Belajarlah untuk mencintai takdirmu karena hanya dengan cara ini hidup kita akan lebih tenang. Dan memang tidak ada pilihan selain kita harus menerima dan mencintai takdir.
Kita tidak bisa merubah dunia karena itu di luar kendali kita, tapi kita bisa memilih bagaimana kita merespon dunia. Dunia memiliki karakteristik sendiri, dunia tidak selalu menyetujui apa yang kita inginkan.
Jangan heran kalau dalam hidup kita akan sering bertolak belakang dengan apa yang kita inginkan. Ketika situasi ini terjadi sebagian besar memberontak karena tidak terima dan berujung frustasi, stres dan depresi.
Ketika situasi seperti itu terjadi pada kita maka percayalah persoalan akan semakin rumit seperti benang kusut yang kita tidak tahu mana ujungnya. Kalau tidak segera melakukan refleksi dan memutar arah respon kita maka terhadap realitas dunia maka Anda tidak akan pernah menemukan kedamaian apalagi kebahagiaan.
Islam sendiri telah memberikan petunjuk teknis bagaimana kita merespon keadaan. Juknis ini telah teruji valid dan mampu menyelamatkan manusia dari keterpurukan, pesimisme dan kehancuran.
Tidak sekedar konsep teoritis tetapi sudah teruji sebagaiman pernah dilakukan para nabi dan sahabat. Dalam sejarahnya, manusia selevel nabi pun tidak punya kemampuan merubah keinginan dunia sepenuhnya.
Bagaimana ketidakmampuan Nabi Muhammad yang menginginkan pamannya yaitu Abu Thalib bersyahadat agar masuk Surga, tapi realitasnya tidak seperti yang diinginkan Rasulullah karena Abu Thalib tidak bersyahadat hingga meninggal dunia.
Padahal dialah yang menjadi perisai selama Rasulullah mendapat persekusi, perlawanan dan tekanan dari orang kafir saat itu. Situasi ini sempat membuat Rasul sedih sehingga Allah memberikan peringatan tegas melalui surat At-Taubah ayat 113 yang melarang nabi untuk memohonkan ampunan bagi orang musyrik sekalipun orang-orang yang terdekat.
Dalam surat itu tersirat bahwa Allah ingin memberikan pesan bahwa meski Muhammad nabi tapi dia tetap manusia sehingga tidak bisa semua keinginannya dipenuhi. Allah ingin tunjukan bahwa Dialah yang berkuasa atas dunia.
Nabi yang lain pun mengalami hal serupa, ketidakberdayaan melawan takdir. Bagaimana Nabi Nuh tidak mampu membawa puteranya Kanan untuk bisa selamat. Bagaimana Aisyah, istri Rasul yang meninggal dalam kesunyian dan dimakamkan pada malam hari tanpa keramaian.
Bagaimana Nabi Yusuf harus dicemplungin ke dalam sumur, di penjara dan difitnah dan bagaimana Adam dan Hawa terpaksa terpisah selama 100 tahun setelah diturunkan ke bumi karena kena kartu merah akibat makan buah khuldi.
Para sahabat dan orang - orang soleh dan solehah pun tidak punya kemampuan mengendalikan dunia sampai kepada kita, manusia yang diklaim modern dengan segala kerumitannya.
Kalau level Rasul mungkin urusannya Surga dan Neraka, sekarang kita manusia biasa yang levelnya hanya urusan dunia, mulai dari belum dapat pekerjaan, belum menikah, patah hati, ditinggal orang yang kita cintai, kehilangan uang, pekerjaan dan segala urusan dunia.
Satu-satunya cara adalah menerima setiap takdir yang didatangkan untuk kita baru kita akan tenang. Dan dari ketenangan ini kita akan tetap bisa berdiri, berlari walaupun menahan luka, kecewa dan penyesalan mengapa yang kita inginkan tidak terjadi.
Belajarlah untuk mencintai takdirmu karena hanya dengan cara ini hidup kita akan lebih tenang. Dan memang tidak ada pilihan selain kita harus menerima dan mencintai takdir.
Itulah mengapa Allah tidak menugaskan kita soal hasil dalam setiap rencana kita. Yang Allah tugaskan ke kita adalah berusaha semaksimal mungkin dan berdoa, sementara urusan hasil itu menjadi tanggungjawab Allah karena itu di luar kendali manusia.
Dan Anda mesti sadar bahwa yang tidak bisa mengendalikan dunia bukan hanya kita melainkan seluruh manusia karena itu menjadi ruang eksklusif Tuhan bukan yang lain.
Karnoto
0 Komentar